Katagori Artikel

Tampilkan postingan dengan label Hukum Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Upaya Perbaikan Investasi Asing Di Indonesia


Setelah era reformasi tahun 1998, investasi asing di Indonesia mengalami penurunan yang sangat drastis sebagai dampak krisis ekonomi global, keadaan tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Upaya tersebut dengan mengeluarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM).

Menurut
International Financial Corporations (IFC), pada tahun 2008 Indonesia menempati peringkat 123 dari 181 negara dalam tingkat urutan investasi asing, Laporan Doing Business 2009 oleh IFC ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia kalah dibandingkan dengan Thailand yang berada di peringkat (13), Malaysia (20), Korea selatan (23), Vietnam (92), Papua Nugini (95) dan Sri Langka (105). Negara-negara tersebut sebenarnya juga mengalami kondisi yang sama dengan Indonesia, namun dapat dilihat komitmen pemerintah dalam hal mengkoordinasikan dan mengimplementasikan setiap kebijakan-kebijakan investasi di negara tersebut cukup baik dan tepat.

Untuk mengatasi masalah tersebut Indonesia telah memiliki UUPM yang apabila dilihat dari isinya telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenaga kerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki oleh investor dalam menjalankan bisnisnya. Penanaman modal asing membutuhkan iklim yang kondusif sifatnya seperti rasa aman, tertib serta adanya kepastian hukum dari negara tujuan.

Pengaturan penanaman modal asing pada dasarnya mempunyai dua strategi. Pertama Penanaman Modal Asing diundang melalui berbagai insentif serta seperangkat aturan yang dapat menjamin usahanya di Indonesia. Kedua, penanaman modal asing diawasi secara intensif oleh para pelaksana pembagunan.

Penerapan kedua strategi tersebut di dalam upaya merangsang masuknya modal asing dapat melahirkan kebijakan yang bertolak belakang satu dengan yang lain. Di satu sisi, pemerintah mendorong sebanyak mungkin investor untuk masuk, disisi lain pemerintah membatasi investor dengan berbagai pembatasan agar supaya efek negatif dengan masuknya investor dapat dikurangi.

Pada masa reformasi dimulai sejak 1998 sampai sekarang (2008), jumlah investasi asing yang ditanamkan di Indonesia mencapai 117.87 milliar dolar AS dengan jumlah proyek yang dibiayai mencapai 2.025 proyek (data sampai tahun 2006). Untuk investasi domestik sebanyak Rp. 416,17 Trilliun, dengan jumlah proyek 2.025 proyek. Apabila diperbandingkan era Orde Baru dan era Reformasi, Investasi Asing maupun Investasi Domestik mengalami penurunan yang sangat signifikan. (ryan)

ASPEK PERDATA PENANAMAN MODAL ASING


Penanaman modal asing langsung di Indonesia diwujudkan dalam bentuk pendirian Joint Venture Company (JVC) yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Proses yang ditempuh oleh investor asing dan investor nasional untuk membentuk badan usaha Perseroan Terbatas, adalah dengan membuat Joint Venture Agreement (JVA). JVA merupakan langkah awal bagi para pihak untuk menentukan tujuan bisnis dan cara-cara pencapaiannya.

JVA dibentuk berdasarkan asas-asas perjanjian yang berlaku universal, seperti Freedom of Contract, Consensus, Pacta Sun Servanda dan Good Faith. Joint Venture Agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), JVA harus memenuhi ketentuan sahnya sebuah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.

Perjanjian yang dibuat secara sah menurut pasal 1338 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain terpenuhnya asas-asas hukum perjanjian untuk sahnya sebuah perjanjian, juga diharuskan bahwa perjanjian tidak boleh atau dilarang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik atau ketertiban umum.

JVA sebagai kesepakatan antara investor asing dan investor nasional, memuat berbagai ketentuan-ketentuan yang disepakati secara rinci dan komprehensif, serta harus terintegrasi dengan ketentuan yang termuat dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), terutama menyangkut Anggaran Dasar yang merupakan pedoman operasional sebuah JVC. JVA dianggap memenuhi ketentuan sah sebagai sebuah perjanjian dan mengikat jika tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UUPT.

JVA memiliki kedudukan yang penting, dan menjadi pedoman bagi JVC dalam melakukan tindakan-tindakan hukum, seperti membuat perjanjian pendukung untuk kepentingan perusahaan (lisensi, bantuan teknis, manajemen, dan lain-lain). JVA setelah terbentuknya Perseroan Terbatas tetap memiliki kekuatan mengikat sepanjang tidak dipertentangkan dengan Anggaran Dasar. Untuk menghidari pertentangan antara JVA dengan Anggaran Dasar, maka pada saat penyusunan JVA harus mengintegrasikan dengan ketentuan yang ada dalam UUPT, sehingga JVC di dalam melakukan aktivitasnya dapat mengharmonisasikan ketentuan yang diatur dalam JVA dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Dalam hal terjadi perbedaan interpretasi yang berhubungan dengan JVA, maka ketentuan hukum perjanjian menjadi pedoman penyelesaiannya, sedangkan jika terjadi perbedaan interpretasi mengenai operasional JVC, maka Anggaran Dasar menjadi landasan penyelesaiannya.

CARI

Antasari Diperiksa Terkait Pelanggaran Kode Etik