Katagori Artikel

HUKUM PENANAMAN MODAL ASING

Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya.1
Menarik investasi masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri.2
Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri.3
Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.4
Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.5
Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utama transaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan.6
Dibukanya peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, maka dengan sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Sejarah Orde Baru selama periode 1966-1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal Asing) sebagai salah satu motor penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia.7
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang N0. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-undang Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal selanjutnya disebut UUPM, menyatakan bahwa:

“Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilyah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”.8

Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture. Di mana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.9 Landasan pembentukan perusahaan joint venture tersebut adalah joint venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
UUPM memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam pasal 27 ayat 2 UUPM. Namun ketentuan pelaksanaannya belum dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk ketentuan-ketentuan lainnya dari UUPM.
Dampak dari kondisi ini maka peraturan-peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai pelaksanaan penanaman modal masih diberlakukan ketentuan terdahulu yang bersumber dari Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPA dan UUPMD) yang didasari oleh ketentuan peralihan pasal 37 UUPM No. 25 Tahun 2007.
Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint Venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan.
Joint Venture Agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM digunakan sebagai dasar dibentuknya Joint Venture Company. Artinya Joint Venture Company tunduk kepada hukum perjanjian. Namun dalam UUPM pasal 5 ayat 2, joint venture company harus berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. 10 Sehingga dapat dikatakan bahwa Joint Venture Company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing
Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal (UUPM) mendefinisikan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. 11 Lebih lanjut untuk pengaturan penanaman modal asing yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaannya dapat menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.12
Ketentuan mengenai penanaman modal asing merujuk pada ketentuan dalam pasal lain dalam UUPM, yaitu pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa Penaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 13 Adapun mekanisme permodalannya dapat dilakukan dengan cara:
a.Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan tebatas;
b.Membeli saham; dan
c.Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14
Pengertian penanaman modal asing dalam UUPM No. 25 Tahun 2007, hanyalah mencakupi penanaman modal asing yang bersifat langsung (foreign direct investment). Penanaman modal langsung diartikan bahwa pemilik modal menanggung resiko dari investasi tersebut dan pemilik modal secara langsung menjalankan perusahaannya yang bersangkutan di Wilayah Republik Indonesia.15
Pasal 37 ayat 1 UUPM mengisyaratkan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan sebelumnya masih diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan UUPM yang baru dan selama belum diaturnya ketentuan yang berdasarkan UUPM yang baru. 16 Pasal ini membawah pengaruh penting, karena peraturan-peraturan pelaksana yang didasari oleh undang-undang sebelumnya masih dapat diberlakukan. Salah satunya adalah Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan.
Joint venture
Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing telah menjadi kecenderungan umum baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju. Hal tersebut merupakan pencerminan nasionalisme di bidang ekonomi dan merupakan keinginan untuk menghindari ketergantungan pada dan kontrol asing terhadap perekonomian mereka.17
Strategi termudah untuk dapat melakukan hak tersebut adalah pemberlakuan ketentuan keharusan adanya joint venture.
Bagi pelaku usaha sendiri, joint venture merupakan salah satu cara efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha. Sebagaimana yang dikemukan oleh Ian Hewitt dalam bukunya Joint Venture:

Joint venture are vital to business. They have become an important strategic option for many companies, particularly those operating internationally. Even the larges companies do not have capital, skill or market access necessary to achieve their commercial objectives entirely through their own recourse. Rarely a day passes without an announcement of a significant new joint venture or alliance.18

Sedangkan istilah joint venture menurut Peter Muchlinski dalam bukunya yang berjudul Multinational Enterprise and the Law adalah sebagai berikut :

“The term ‘joint venture’ has no precise legal meaning, it can refer to any agreement or undertaking between two independent firms. However, certain features are commonly associated with the concept. In particular, the joint venture involves the cooperation of two or more otherwise independent parent undertakings which are linked, through the venture, in the pursuit of a common commercial, financial or technical activity”.19

Perjanjian joint venture tunduk dengan berbagai persyaratan yang diatur oleh hukum yang mengatur joint venture tersebut, sedangkan bentuk hukum dari joint venture tersebut dapat saja mengambil model perjanjian, persekutuan perdata, ataupun perseroan terbatas.20
Joint Venture agreement
Istilah Joint Venture Agreement sengaja tidak diterjemahkan menjadi usaha patungan sebagaimana telah dikenal di Indonesia, hal tersebut bertujuan untuk tidak terjadi salah pengertian, karena usaha patungan sendiri dapat saja berbetuk joint venture, joint enterprise, kontrak karya, production sharing, penanaman modal dengan DICS-rupiah (Debt Investment Conversion Schema), penanaman modal dengan kredit investasi dan portofolio investment. Joint venture agreement atau biasa disebut perjanjian kerjasama patungan adalah suatu kontrak yang mengawali kerjasama joint venture, kontrak ini menjadi dasar pembentukan atau pendirian joint venture company. 22
Joint venture agreement dalam praktek lebih sering digunakan jika hal tersebut mengandung ketentuan yang lebih luas yang berkaitan dengan pendirian awal joint venture company, condition precedent, dan kontribusi business para pihak. 23
Lebih lanjut dijelaskan Muchlinski, bahwa joint venture agreement antara perusahaan mengatur mengenai pengendalian perusahaan, proporsi modal, pengaturan pembagian keuntungan, bentuk hukum dari joint venture, serta pengaturan mengenai pengakhiran perjanjian.24


Joint Venture Company
Henry Campbell Black mengartikan Joint Venture Company merupakan sebuah asosiasi dari orang-orang untuk melakukan sebuah usaha bisnis untuk memperoleh keuntungan, untuk mengkombinasikan aset mereka berupa uang, saham, keahlian dan pengetahuan yang dimiliki. 25 Joint Venture Company merupakan perusahaan yang pemegang sahamnya dimiliki oleh mereka yang mengadakan perjanjian joint venture.
Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.26
Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 27 Definisi perjanjian juga dapat ditemui dalam pasal 1313 KUHPerdata.
Menurut pasal 1320 KHUPerdata, suatu perjanjian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.Kata Sepakat: adalah terjadinya pertemuan atau kesesuaian kehendak yang terjadi diantara para pihak dan kesepakatan tersebut harus diberikan secara bebas, artinya bebas dari paksaan, kekhilafan, dan penipuan sebagaimana dicantum dalam pasal 1321 KUHPerdata.
b.Kecakapan: adalah seseorang memiliki kewenangan dalam bertindak secara hukum baik untuk kepentingan sendiri ataupun orang lain yang diwakili, pasal 1330 KUHPerdata menentukan pihak-pihak yang tidak cakap, yaitu 1). orang-orang yang belum dewasa, 2) mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 3) orang-orang perempuan atau orang-orang yang dilarang untuk membuat perjanjian. Akan tetapi ketentuan ini berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menyatakan bahwa istri adalah cakap membuat perjanjian.
c.Hal Tertentu: adalah objek perjanjian atau prestasi yang diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung dan dapat diketahui jenisnya.
d.Sebab Yang Halal: adalah isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat menggangu kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat menggangu kepentingan umum. 28

--------------------

Reference :
1.Ahmad Yulianto, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 39.
2.Ridwan Khairandy,”Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 51.
3.Yulianto Syahyu,”Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 46.
4.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penjelasan umum alenia ke 2. Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007.
5.Delisa A. Ridgway dan Mariya A.Talib, ”Globalization and Development: Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”, California Western International Law Journal, Vol 33, Spring 2003, hal. 335.
6.Jonh W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek Elips, 1997, hal 71.
7.Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia dan Upaya Perbaikan Yang Perlu di Lakukan Pemerintah”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26 No. 4, Tahun 2007, hal 35.
8.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007. Pasal 5 ayat 2.
9.Erman Radjagukguk, Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, (FHUI, 2006), hal. 117.
10.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007. Ps 5 ayat 2
11.Indonesia, Op.cit., Ps 1
12.Indonesia, Op.cit., Ps 1 ayat 3.
13.Indonesia, Op.cit., Ps 5 ayat 2.
14.Ibid., ps 5 ayat 3.
15.Erman Radjagukguk, Op.cit., hal 61.
16.Indonesia, Op.cit., Pasal 37 ayat 1.
17.Erman Radjagukguk, Op. cit, hal 83
18.Ian Hewitt, Joint Ventures, Second edition, Sweet and Maxwell A Thomson Company, 2001, hal 1.
19.Peter Muchlinski, Multinational Enterprise and The Law, (Oxford: Blackwell, 1997), hal 72.
20.Ibid., hal 20.
21.Aminudin, Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Ujung Pandang: Lembaga Penerbit Universitas Hasanudin, 1990), hal. 10.
22.Ridwan Khairandy, “Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa Di Perusahaan Joint Venture”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26, No. 4, Tahun 2007, hlm 43.
23.Ian Hewitt, Op.cit., hal 35.
24.Peter Muchlinski, Op.cit., hal 72
25.Ridwan Khairandy, Op.cit., hal 42
26.Subekti, Hukum Perjanjian , (Jakarta: Intermasa, 2005) Cet. 21, 2005. hal. 1
27.M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) hal. 6.
28.Subekti, Op.cit., hal 141-144

Muka Bengis Agama


Jika kita mau melihat kembali perjalanan panjang umat manusia, maka dapat kita ketahui bahwa nurani untuk memposisikan diri sebagai manusia yang unggul di depan sang pencipta amatlah tinggi, bahkan lebih tinggi dari penghormatan dan pengakuan terhadap nyawa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. (bersambung...)

Upaya Perbaikan Investasi Asing Di Indonesia


Setelah era reformasi tahun 1998, investasi asing di Indonesia mengalami penurunan yang sangat drastis sebagai dampak krisis ekonomi global, keadaan tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Upaya tersebut dengan mengeluarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM).

Menurut
International Financial Corporations (IFC), pada tahun 2008 Indonesia menempati peringkat 123 dari 181 negara dalam tingkat urutan investasi asing, Laporan Doing Business 2009 oleh IFC ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia kalah dibandingkan dengan Thailand yang berada di peringkat (13), Malaysia (20), Korea selatan (23), Vietnam (92), Papua Nugini (95) dan Sri Langka (105). Negara-negara tersebut sebenarnya juga mengalami kondisi yang sama dengan Indonesia, namun dapat dilihat komitmen pemerintah dalam hal mengkoordinasikan dan mengimplementasikan setiap kebijakan-kebijakan investasi di negara tersebut cukup baik dan tepat.

Untuk mengatasi masalah tersebut Indonesia telah memiliki UUPM yang apabila dilihat dari isinya telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenaga kerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki oleh investor dalam menjalankan bisnisnya. Penanaman modal asing membutuhkan iklim yang kondusif sifatnya seperti rasa aman, tertib serta adanya kepastian hukum dari negara tujuan.

Pengaturan penanaman modal asing pada dasarnya mempunyai dua strategi. Pertama Penanaman Modal Asing diundang melalui berbagai insentif serta seperangkat aturan yang dapat menjamin usahanya di Indonesia. Kedua, penanaman modal asing diawasi secara intensif oleh para pelaksana pembagunan.

Penerapan kedua strategi tersebut di dalam upaya merangsang masuknya modal asing dapat melahirkan kebijakan yang bertolak belakang satu dengan yang lain. Di satu sisi, pemerintah mendorong sebanyak mungkin investor untuk masuk, disisi lain pemerintah membatasi investor dengan berbagai pembatasan agar supaya efek negatif dengan masuknya investor dapat dikurangi.

Pada masa reformasi dimulai sejak 1998 sampai sekarang (2008), jumlah investasi asing yang ditanamkan di Indonesia mencapai 117.87 milliar dolar AS dengan jumlah proyek yang dibiayai mencapai 2.025 proyek (data sampai tahun 2006). Untuk investasi domestik sebanyak Rp. 416,17 Trilliun, dengan jumlah proyek 2.025 proyek. Apabila diperbandingkan era Orde Baru dan era Reformasi, Investasi Asing maupun Investasi Domestik mengalami penurunan yang sangat signifikan. (ryan)

ASPEK PERDATA PENANAMAN MODAL ASING


Penanaman modal asing langsung di Indonesia diwujudkan dalam bentuk pendirian Joint Venture Company (JVC) yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Proses yang ditempuh oleh investor asing dan investor nasional untuk membentuk badan usaha Perseroan Terbatas, adalah dengan membuat Joint Venture Agreement (JVA). JVA merupakan langkah awal bagi para pihak untuk menentukan tujuan bisnis dan cara-cara pencapaiannya.

JVA dibentuk berdasarkan asas-asas perjanjian yang berlaku universal, seperti Freedom of Contract, Consensus, Pacta Sun Servanda dan Good Faith. Joint Venture Agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), JVA harus memenuhi ketentuan sahnya sebuah perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.

Perjanjian yang dibuat secara sah menurut pasal 1338 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain terpenuhnya asas-asas hukum perjanjian untuk sahnya sebuah perjanjian, juga diharuskan bahwa perjanjian tidak boleh atau dilarang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan yang baik atau ketertiban umum.

JVA sebagai kesepakatan antara investor asing dan investor nasional, memuat berbagai ketentuan-ketentuan yang disepakati secara rinci dan komprehensif, serta harus terintegrasi dengan ketentuan yang termuat dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), terutama menyangkut Anggaran Dasar yang merupakan pedoman operasional sebuah JVC. JVA dianggap memenuhi ketentuan sah sebagai sebuah perjanjian dan mengikat jika tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UUPT.

JVA memiliki kedudukan yang penting, dan menjadi pedoman bagi JVC dalam melakukan tindakan-tindakan hukum, seperti membuat perjanjian pendukung untuk kepentingan perusahaan (lisensi, bantuan teknis, manajemen, dan lain-lain). JVA setelah terbentuknya Perseroan Terbatas tetap memiliki kekuatan mengikat sepanjang tidak dipertentangkan dengan Anggaran Dasar. Untuk menghidari pertentangan antara JVA dengan Anggaran Dasar, maka pada saat penyusunan JVA harus mengintegrasikan dengan ketentuan yang ada dalam UUPT, sehingga JVC di dalam melakukan aktivitasnya dapat mengharmonisasikan ketentuan yang diatur dalam JVA dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Dalam hal terjadi perbedaan interpretasi yang berhubungan dengan JVA, maka ketentuan hukum perjanjian menjadi pedoman penyelesaiannya, sedangkan jika terjadi perbedaan interpretasi mengenai operasional JVC, maka Anggaran Dasar menjadi landasan penyelesaiannya.

CARI

Antasari Diperiksa Terkait Pelanggaran Kode Etik